TANGERANG – Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) tentang larangan perpeloncoan, kekerasan, dan mempermalukan siswa baru pada masa orientasi siswa (MOS) ternyata tidak digubris pengurus sekolah. Hal tersebut, antara lain, terlihat dari hasil kunjungan mendadak Mendikbud Anies R. Baswedan ke tiga sekolah di Tangerang kemarin. Dia menyaksikan sendiri tiga sekolah tersebut melakukan praktik perpeloncoan ke murid baru. Aktivitas yang sudah dilarang itu langsung dia hentikan.
Tiga sekolah yang dikunjungi Anies kemarin adalah SMAN 2 Tangerang, SMKN 4 Tangerang, dan SMK Yuppentek 1 Tangerang. Tiga sekolah tersebut berlokasi di jantung Kota Tangerang. Anies berangkat dari kediamannya di Lebak Bulus sekitar pukul 05.00. Dia didampingi Irjen Kemendikbud Daryanto dan Dirjen Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad.
Lokasi inspeksi MOS pertama adalah SMAN 2 Tangerang. Ketika mobil rombongan sampai di depan sekolah, gerbang masih ditutup rapat. Sekilas sekolah itu seperti belum buka sama sekali. Namun, setelah rombongan masuk agak memaksa, karena guru-guru dan kepala sekolah belum datang, MOS ternyata sudah berlangsung di lapangan sekolah. Anak-anak peserta MOS membawa atribut seperti sapu, kantong plastik, name tag berukuran besar, dan sepasang pita berwarna kuning dan merah untuk para siswi.
Melihat atribut-atribut yang digunakan, Anies mengaku menyesalkan. ’’Ini sudah termasuk perpeloncoan,’’ katanya. Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu mengatakan, perpeloncoan adalah aturan yang diberikan kepada siswa baru saja dan tidak diterapkan kepada siswa lain, termasuk panitia MOS.
Anies lantas meminta keterangan dari peserta MOS. Dia semakin dibuat geleng-geleng kepala. Sebagian peserta mengaku disuruh membawa nasi plus lauk dan susu dari rumah. Saat mengonsumsi itu, diberlakukan durasi tertentu. Jika masih tersisa, nasi, lauk pauk, dan susu ditumpahkan di atas kepala peserta MOS. Kemudian, setiap hari siswa juga ditugasi membawa pisang dengan panjang tertentu, mulai 10 cm hingga 20 cm.
Setelah mendapatkan pengakuan itu, Anies berusaha mengorek informasi dari panitia MOS. ’’Apakah kalian para panitia MOS sudah membaca permendikbud tentang aturan MOS,’’ tanya Anies. Ternyata para panitia mengaku belum membaca. Guru satu-satunya yang sudah berada di sekolah pagi itu juga belum membaca peraturan tersebut. ’’Jadi, kalian menjalankan MOS ini tanpa mengetahui aturannya. Sekarang copot semua atribut-atribut yang membuat orang menjadi malu itu,’’ kata Anies, lantas disambut sorak-sorai peserta MOS.
Anies mengaku kecewa terhadap para jajaran guru karena tidak melakukan pendampingan pelaksanaan MOS. Bahkan, berdasar aturan, MOS menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru, bukan siswa kakak kelas.
Anies menegaskan, jika MOS yang dilaksanakan menyimpang dari aturan, jabatan kepala sekolah menjadi taruhannya. Hingga selesai inspeksi, Kepala SMAN 2 Tangerang Tatang Murdio Hermanto belum tiba di sekolah. Anies lantas melanjutkan inspeksi ke SMKN 4 Tangerang.
Tiba di SMKN 4 Tangerang, seluruh peserta MOS sudah memasuki ruang kelas. Sepatu mereka dicopot dan ditaruh di luar kelas. Anies kaget ketika seluruh peserta MOS di SMKN 4 Tangerang mengenakan kaus kaki hitam di kaki kiri dan putih di kaki kanan. ’’Cara menggunakan kaus kaki seperti ini tidak lazim. Dan membuat malu orang,’’ katanya. Apalagi, ketika siswa masuk sekolah, celana panjang harus diselipkan di dalam kaus kaki.
Anies lantas meminta seluruh peserta dan panitia MOS dikumpulkan di lapangan sekolah. Seluruh peserta diminta untuk membawa seluruh atribut seperti tas dari karung beras, sepatu yang talinya diganti tali rafia, dan nametag berukuran jumbo. ’’Saya tegaskan, ini adalah praktik perpeloncoan. Karena panitia dan siswa lainnya tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti peserta MOS,’’ tutur Anies. Dia lantas meminta seluruh atribut aneh-aneh itu dilepas. Seketika seluruh peserta MOS bersorak kegirangan.
Ketua Panitia MOS SMKN 4 Tangerang Muhammad Hafiz di depan peserta siswa baru mengucapkan permohonan maaf. ’’Sama sekali tidak ada niat untuk memelonco adik-adik,’’ katanya. Namun, keterangan Hafiz tersebut langsung diluruskan Anies.
Dia mengatakan bahwa peraturan tentang MOS itu mengatur kegiatan yang tampak. ’’Sekarang sudah nyata-nyata terlihat praktik perpeloncoan. Kalau urusan niat, hanya Anda dan Tuhan yang tahu. Tolong dihentikan sekarang juga perpeloncoan ini,’’ papar Anies.
Setelah memastikan seluruh atribut aneh peserta MOS di SMKN 4 Tangerang, Anies melanjutkan kunjungan ke SMK Yuppentek 1 Tangerang. Karena lokasi SMK Yuppentek 1 bersebelahan dengan SMKN 4 Tangerang, Anies jalan kaki. Dia didampingi Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah. Di sela-sela mendampingi kunjungan itu, Arief mengatakan sudah meneruskan permendikbud dan surat edaran Mendikbud tentang penyelenggaraan MOS. ’’Saya akan evaluasi kenapa kok tidak dijalankan di tingkat sekolah,’’ kata dia.
Setiba di SMK Yuppentek 1, Anies kembali disuguhi praktik perpeloncoan. Seluruh peserta MOS diwajibkan menggunakan topi dari bola yang diiris di bagian tengahnya. Kemudian, yang membuat Anies prihatin adalah kewajiban menulis nama nenek atau kakek di name tag. ’’Ini sudah kebangetan. Siapa yang mau nama kakek atau neneknya jadi bahan guyonan,’’ katanya.
Anies lantas meminta seluruh peserta MOS untuk turun di lapangan, termasuk panitia. Anies meminta seluruh atribut aneh-aneh untuk dilepas. Kali ini dia meminta para panitia MOS untuk melepas atribut aneh-aneh itu secara simbolis di beberapa peserta MOS.
Di sekolah Yuppentek tersebut, Anies mendapatkan fenomena yang sama dengan dua sekolah sebelumnya. Yakni, peserta MOS diwajibkan membawa susu merek Hilo seharga Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu. Anies mengatakan, panitia MOS mendapatkan imbalan Rp 1.700 untuk setiap bungkus susu Hilo yang dibawa peserta. ’’Kemendikbud akan investgasi ini. Malu. Kalau mau jualan, ya jualan saja. Jangan seperti ini,’’ tutur Anies. Jika memang ingin menggali sumbangan, panitia MOS langsung saja meminta uang ke siswa tanpa harus mewajibkan membeli produk tertentu. (wan/c10/kim)
Posting Komentar